Ngomong-ngomong soal pekerjaan, sebenarnya pekerjaan seperti apa yang bisa dinikmati dan diimpikan semua orang? Barangkali adalah pekerjaan yang bisa memberikan rasa kepuasan dan kenyamanan baik secara materi ataupun non materi. Pekerjaan yang bisa memerdekakan pikiran dan masalah finansial kita.
Sewaktu kuliah dulu saya bingung mau kemana setelah tamat nanti. Dengan ijazah dari jurusan Teknik Elektro yang terbayang dibenak saya hanyalah perusahaan semacam PLN, atau perusahaan elektronik dan industri lainnya. Dan itu sungguh membuat saya khawatir. Jujur saja, walaupun saya salah satu mahasiswa yang lulus cepat di angkatan saya dan dengan nilai yang cukup tinggi pula dibandingkan dengan teman2 seangkatan saya yang lain, namun saya tidak cukup percaya diri bersaing dengan ribuan lulusan lain untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan2 favorit. Ditambah lagi, saya merasa bahwa ‘kesalahan terbesar’ dalam hidup saya adalah ketika saya kuliah di Teknik Elektro.
OK, ketika SMA saya memang masuk jurusan IPA. Dan itu semata-mata karena ketika kelas dua SMA saya terpilih masuk ke lokal 2-1 yang merupakan lokal unggulan dimana ketika mereka naik ke kelas 3 otomatis masuk jurusan IPA yang merupakan jurusan anak-anak cerdas. Anak-anak unggulan. Ah, padahal ketika itu saya sangat ingin masuk jurusan Bahasa yang notabene adalah lokal siswa-siswa ‘buangan’. Lokal dimana berkumpul anak-anak nakal dan lemah otaknya. Saya heran bagaimana bisa stigma negative itu bisa demikian lekatnya di benak para siswa dan guru2 selama puluhan tahun?!
Alhasil, dengan hati yang berat saya jalani juga sebagai siswa IPA1 yang dianggap oleh seluruh sekolah adalah lokal unggulan, tempat berkumpulnya siswa2 cerdas. Gak peduli betapa nilai Fisika saya gak pernah lebih dari 6, Matematika saya yang cuma sekali dapat angka 8, dan Kimia dan Biologi saya yg juga pas-pasan. Saya lemah dalam ilmu eksak. Saya sadar betul hal itu.
Ketika kuliah pun entah bagaimana ceritanya saya terdampar di Teknik Elektro sebagai mahasiswa undangan. OK, saya memang mengisi formulir mahasiswa undangan di kampus saya tapi saya jelas-jelas memilih Bahasa Inggris dan Manajemen. Namun ketika pengumuman kelulusan, saya justru mendapat ‘kursi’ di Teknik Elektro. Ah, ajaib bukan main.
Lagi-lagi saya terlalu pengecut untuk ikut UMPTN dan bersaing dengan ratusan ribu siswa di seluruh Indonesia untuk memilih jurusan yang saya inginkan. Saya kembali dengan berat hati mengikuti alur hidup dan kuliah di jurusan Teknik Elektro itu. Walau saya benci eksak, saya benci Fisika dan matematika. Baik, saya jelaskan, dari seluruh ilmu di Fisika saya paling benci dengan ilmu listrik namun ketika kuliah saya mempelajari listrik selama 3,5 tahun kuliah saya. Ah, benar2 menyebalkan!
Ketika tamat saya memutuskan tidak lagi berurusan dengan listrik itu. Saya banting stir. Cukup sudah si listrik mematikan impian2 saya. Saya melirik dunia penyiaran dan jurnalistik. Sebagai si pemalu dan cewek yang romantis (hahahaha) saya sangat mencintai musik, saya juga mencintai tulisan-tulisan dan buku-buku. Saya sangat ingin menjadi penulis atau penyiar radio.
Setamat kuliah saya diterima sebagai penyiar radio, hari itu adalah hari paling bahagia dalam hidup saya. Bahkan sampai sekarang saya masih ingat betapa dada saya membuncah saking senangnya, saya menangis, saya tertawa dan saya tak berhenti bersyukur. Padahal kalau dipikir-pikir “Helllooo.. ini kan ‘Cuma’ penyiar radio”. Pekerjaan yg barangkali tidak pernah dilirik oleh orang, pekerjaan yang ga bergengsi sama sekali, namun bagi saya inilah hidup saya. Impian saya. Norak sekali
Namun hidup gak melulu soal keinginan yang terwujud saja. Kebahagiaan memang gak bisa dibeli dengan uang, namun saya akui uang juga bisa membawa kebahagiaan. Kita jauh lebih bahagia ketika ada uang. Kita bisa melakukan hal-hal yang menyenangkan dengan uang. Dan uang gak ada di dunia radio saya. Saya miskin uang bekerja di radio. ;)
Akhirnya saya beranikan diri melamar ke sebuah perusahaan yg cukup besar di kota saya. Alhamdulillah diterima walaupun kontrak. Namun waktu itu yang ada di otak saya hanya uang. Saya harus mendapatkan uang. Karena setelah tamat saya berjanji gak akan tergantung lagi dengan orang tua saya. Dan untuk mandiri tentu saja butuh uang kan?
Tiga setengah tahun saya bekerja di perusahaan itu, saya memang mendapatkan uang namun tidak bisa memuaskan saya. Uang yang saya dapat tidak sesuai dengan seluruh waktu dan tenaga yang saya berikan. Saya tidak enjoy, kreativitas saya mati, yang saya dapat hanya capek dan gaji yang pas-pasan di akhir bulan. Ah, bukan pekerjaan seperti ini yang saya impikan. Menjadi penyiar masih jalan namun tidak bisa lagi saya nikmati karena energi saya sudah terkuras habis karena pekerjaan utama saya. Jadi empat tahun setelah tamat saya memang tidak merasakan yang namanya menganggur namun saya juga merasa saya tidak menadapatkan apa-apa. Alangkah sia-sianya.
Jika hidup bisa diputar lagi banyak hal yang ingin saya perbaiki. Namun tentu saja itu harapan yang bodoh bukan?
Sekarang saya sudah menikah. Sempat terbersit dipikiran saya sebelum menikah dulu kalau saya ingin menjadi ibu rumah tangga saja. Saya resign dari tempat kerja saya walaupun saya tahu kontrak saya akan diperpanjang. Saya meninggalkan radio tempat saya dulu pertama kali merasakan bahagia dalam hidup hidup saya.
Namun, manusia memang tidak pernah puas. Belum genap dua bulan menikah saya sudah hunting pekerjaan lagi. Saya tidak betah jadi ibu rumah tangga. Sudah puluhan surat lamaran saya kirim, beberapa dipanggil namun tetap saja pekerjaan itu bukanlah ‘keinginan’ saya. Saya ditawari bekerja di salah satu perusahaan Indeks Saham. What? Saya mundur, saya gak tertarik. Saya melamar di perbankan, ditawari pekerjaan menjual produk mereka. What? Saya lagi-lagi tidak berminat. Ujung-unjungnya saya kembali menjadi penyiar radio.
Kadang saya heran, saya sudah tahu bahwa yang saya inginkan hanyalah jadi penyiar radio namun saya masih saja melamar pekerjaan pada perusahaan-perusahaan yang kebetulan sedang membuka lowongan.
Apa karena gengsi?
*ingin jadi pekerja kantoran dengan pakaian rapi dan bagus serta dapat gaji bulanan, dan tentu saja bisa ‘pamer’ kalau suatu saat teman2 lama menanyakan : “kamu kerja dimana?” dan saya bisa menjawab dengan nada bangga bahwa saya bekerja di perusahaan ini. Bla.bla.bla*
Apa karena tuntutan ekonomi?
*Suami saya memang bukan konglomerat, namun alhamdulillah kami tidak kekurangan. Tanpa saya bekerja-pun suami masih bisa amenghidupi RT kami, ya walau sepertinya saya ingin juga punya penghasilan sendiri ;)*
Apa karena ingin merasa berarti?
Ah, entahlah. Sampai sekarang saya masih bingung
Hal-hal yang menjadi impian saya sebenarnya hanyalah:
• Saya tetap jadi penyiar radio, yang punya keleluasaan waktu, saya bisa memutarkan lagu2 favorit saya, saya bisa menyapa dan menyampaikan informasi-informasi menarik bagi pendengar saya.
• Saya merambah ke dunia televisi dengan catatan waktunya tidak mengekang
• Saya mempunyai usaha sendiri (bisnis makanan, taman bacaan atau rental film)
• Saya rutin menulis lagi
• Saya punya penghasilan sendiri yang bisa membantu suami saya untuk mewujudkan impian2 kami
Sederhana bukan? Namun karena saya banyak maunya, impian itu sebenarnya tidaklah sederhana.
Oh, What a life!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar