Sabtu, 21 Januari 2012

pengakuan

Kenapa Tuhan menciptakan kehidupan manusia tidak ada yang sempurna? Barangkali agar manusia tidak sombong dan senantiasa bersyukur atas hal yang diberikan padanya yang justru tidak diberikan kepada orang lain.

Gw hanya ingat gurauan seorang teman beberapa waktu lalu, " Gw iri sama lu, punya keluarga kecil bahagia". Mungkin konsep 'iri' dia adalah karena dia tidak (belum) berada pada tahap seperti yang gw jalani sekarang, menikah dan punya anak, sedangkan dia sangat ingin. Dia adalah lajang yang sukses di pekerjaan dan pendidikan. Well, jujur di lain waktu justru gw yang kadang 'iri' pada dia. Pekerjaan menyenangkan dan bergaji besar, sudah lulus S2 pula dimana didapat dari beasiswa, trus puas jalan2 kemana kemana tanpa harus mikirin biaya ataupun keluarga. See? Kadang 'iri' muncul ketika kita menginginkan kehdupan orang lain yang terlihat sempurna di mata kita.

Di lain waktu seorang teman lain, juga berurai airmata menceritakan kisah cintanya yang selalu kandas padahal dia sangat ingin menikah. Dia juga wanita karir yang sukses, supel, dan cantik. Rasa-rasanya hanya lelaki bodoh yang mau mencampakkan dia. Tapi apa daya itulah yang terjadi.

Ada lagi teman gw yang juga sudah mapan dalam pekerjaan dan usia yang juga udah matang untuk berumah tangga juga mengeluhkan tentang jauhnya jodoh.

Kalau dipikir-pikir gw punya belasan teman teman wanita lajang yang sukses dalam karir. Mereka adalah perempuan baik-baik, terpelajar, berusia mendekati kepala tiga, bahkan ada yang sudah lebih dari kepala tiga dan sedang galau menanti datangnya jodoh.

Kadang tiap kali bertukar kabar, gw gak mau menyinggung-nyinggung soal 'kapan menikah?' pada mereka. Hal-hal semacam itu bisa sangat sensitif bukan?, sama halnya ketika kita sudah menikah lebih dari setahun dan belum punya anak ditanya 'kapan punya anak?'. Dan gw pernah berada pada kondisi seperti itu, sehingga paling nggak gw mengerti bagaimana rasanya ditanya hal yang kita gak mampu menjawabnya :)

Tidak hanya teman-teman wanita, teman-teman pria pun juga banyak yang sangat matang dan belum menikah, bahkan ada yang mendekati kepala empat. Entah mereka begitu rapi menyimpan kegundahan tentang jodoh yang belum datang atau memang mereka tidak terlalu memusingkannya, tapi gw melihat mereka menikmati saja kesendirian mereka. Lagian tidak semua manusia juga barangkali yang menjadikan menikah, punya anak dan hidup mapan sebagai tujuan hidup.

Mungkin tidak perlu harus membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan orang lain. Kita yang tau persis apa yang terbaik untuk kita, apa tujuan hidup kita, apa pencapaian yang kita inginkan, apa hal-hal yang membuat kita bahagia.

Seperti kata seorang teman di status FB-nya 'tidak perlu berkecil hati dengan perbedaan takdir yang diberikan Tuhan, pasti ada hikmah dibalik semua itu'

Ada yang dianugerahi anak namun kesulitan secara finasial, dan ada yang tidak dianugerahi anak namun kaya raya. Ada yang punya suami/pasangan namun sering disakiti, dan ada yang malah jangankan untuk punya suami, lawan jenis saja begitu sulit untuk mendekat. Bahkan seorang yang terlihat memiliki kehidupan yang nyaris sempurna pun pasti punya masalah tersendiri.

Diperlukan kekuatan dalam diri kita untuk ikhlas menerima apa adanya diri kita sambil terus berupaya memperbaiki diri ke arah yang lebih baik.

Pengakuan : Gw perempuan berusia hampir 29 tahun, ibu seorang batita, mantan wanita karir (yang tidak terlalu sukses), lulusan D3 yang tidak terlalu pintar, mantan penyiar radio yang tidak terlalu hebat. Seorang ibu rumah tangga yang tidak terlalu cekatan mengurus rumah tangga, tidak (belum) bisa kreatif berbisnis dan belum meraih pencapaian apapun. :D

Yah apapun adanya diri gw dengan segala kekurangan dan ketidak istimewaan diri gw, setidaknya gw adalah orang yang paling dibutuhkan oleh anak gw :D dan orang yang dicintai suami gw, orang yang selalu didoakan oleh orang tua gw dan di sayangi oleh saudara-saudara gw. Mungkin itu lebih dari cukup.

Menerima apa adanya diri kita mudah-mudahan bisa membuat kita gak lagi harus iri dengan orang lain.

*ini sebenarnya postingan tentang apa sih?* :p

Jumat, 20 Januari 2012

untitled

Baiklah, gw mau rutin ngeblog lagi *emang siapa yang mau baca?* hehehe. Pokoknya mau ngeblog lagi. Titik! Walau mungkin kebanyankan berisi curcol khas emak-emak beranak satu, yang 'hanya' ngurusin rumah tangga saja. Kedengarannya membosankan sekali ya? Hahhaha gapapa lah :D

Sebagai perempuan yang dulunya pernah bekerja a.k.a wanita karir dan juga punya segudang kesibukan lainnya, sempat bergaul dengan orang-orang 'hebat kreatif dan luar biasa', ide untuk menjadi ibu rumah tangga terdengar sedikit mengerikan. Awal-awal nya sih iya, gw tertekan merasa gak berarti dan segudang emosi negatif lainnya, tapi seiring berjalannya waktu semua perasaan itu hilang begitu saja.

Realistis aja deh kalo gw tetap bertahan kerja berarti gw bakal jalanin pernikahan jarak jauh ama suami dan jujur gw gak sanggup, trus mencari kerja disini setelah menikah juga susahnya minta ampun, dimana-mana umumnya kan perusahaan mencari yang masih singel, alhasil yah jadi ibu rumah tangga aja sambil waktu itu konsentrasi untuk punya anak *sebelumnya sempat di kuret* See? awal-awal pernikahan emang gak memungkinkan bagi gw untuk kembali berkarir di kantor.

Setelah punya anak juga sami mawon, malah tambah repot. Ninggalin anak sama pengasuh dan bekerja? Di kota antah berantah ini yang gw gak kenal siapapun selain suami gw, rasanya gw ga bisa mempercayai siapapun untuk mengurus bayi. Oke mungkin untuk saat ini gw emang jadi ibu rumah tangga aja, walaupun gw masih terus membangun mimpi2 dan rencana untuk tetap bisa bekerja. :)

Nah, dimulai lah pengalaman2 seru gw sebagai emak-emak muda beranak satu dan tidak bekerja. Bergaul dengan tetangga yang juga 'bernasib' sama, ibu rumah tangga. Yah, apalagi yang diobrolin selain kebiasaan anak, gimana makannya, gimana perkembangannya, kebiasaan suami bla bla bla, walaupun gw lebih sering sebagai pendengar daripada pihak yang bercerita.

Di tempat lama, gw ga begitu suka bergaul dengan mereka, bukannya apa-apa tapi gak ada positifnya. Tetangga gw sukanya ngerumpi gak jelas, gosipin si anu, buka aib si A, malah juga ceritain keburukan suami. Maka jadilah gw dianggap 'sombong' oleh mereka karena gak pernah ngumpul, keluar rumah juga kalau ada keperluan saja. Disana juga para tetangga tipikal senenag liat orang susah, susah liat orang senang. Kita beli ini, itu kadang di iriin. Atau kadang baik baik in kita dan ujung-ujungnya minjam duit, bukannya kita pelit tapi siapa yang mau minjamin duit dan duitnya gak dibayar dan pura-pura lupa? Asem dah, kita kan bukan pohon duit? Jadi begitulah, karena udah ga tahan lagi tinggal disana jadilah kami pindah. Dan ditambah lagi tetangga pas di depan rumah hobi banget berantem suami istri, trus anak dan ibu, menantu dan ipar. Ribet ya? Ya iyalah mereka tinggal beranak pinak disana, rame banget.

Awal Desember akhirnya kami resmi pindah dengan harapan disini jauh lebih baik daraipada disana. Gw bisa bertetangga, Dafi bisa ada temennya dan yang paling penting lingkungan juga kondusif. Alhamdulillah sejauh ini semua berjalan lancar dan sesuai harapan.

Mungkin negatifnya adalah, anak-anak disini (maaf) gak diurus dengan begitu telaten dan baik sama ibu mereka. Makan sembarangan, jajan ini itu, sampai-sampai gw ga habis pikir kok tega banget sih ngasih anak batita makanan instan? Mudah2an anak gw gak ikut2an suka jajan kaya teman2nnya disini. Amien.

Minggu, 01 Januari 2012

Bukan Resolusi loh yaa :p

Biasanya orang-orang sibuk bikin resolusi di tahun baru, tapi gw udah lama gak melakukannya. Dulu pernah sih, menulis dengan indah resolusi-resolusi yang pengen gw capai di tahun depan, cuma itu gak cukup berhasil sehingga gw gak lagi menjadikan pergantian tahun sebagai ajang untuk bikin resolusi-resolusian.

Beberapa tahun terakhir, tahun baru hanya bermakna : nonton semalaman sambil makan cemilan, karena biasanya tahun baru banyak acara2, atau film-film bagus tayang di tv , keluar rumah menyaksikan kembang api yang berpijar di langit ketika jam 12 teng dan kemudian beranjak tidur. Gak ada yang istimewa. Dan sebelas dua belas dengan suami, dia juga gak menganggap pergantian tahun itu hal yang istimewa, ditambah lagi dia gak biasa dan emang gak bisa begadang. Jam 9 aja kadang udah tidur pulas hehehe :D

Cuma memang ada beberapa rencana yang ingin gw lakuin di tahun ini, tapi tetap gak mau menamakan ini sebagai resolusi :p. Yang pertama segera mencari agen asuransi terbaik, dan gak mau menunda-nunda lagi. Bagaimanapun asuransi itu penting. Dan yang kedua segera mulai merenovasi rumah pertama kami. Mudah-mudahan tahun ini juga sudah bisa ditempati dan gak jadi 'kontraktor' lagi alias ngontrak rumah orang lagi :)

Rencana berikutnya adalah, gw harus bisa bikin pempek dengan baik dan benar. Well, gw udah pernah mencoba bikin pempek sekali dulu ketika masih hamil Dafi, cuma hasilnya tidak begitu memuaskan. Rasanya kurang afdhol aja, walopun gw dan suami sama-sama orang Padang, tapi kita tinggal dan menjadi bagian orang Palembang kok ya, gak bisa bikin pempek? hehehe :D

Namun, yang lebih penting adalah soal ibadah gw, jujur entah kenapa makin kesini ibadah gw makin 'alakadarnya' aja. Dibandingkan ketika masih gadis, gw rasa ibadah gw lebih lumayan dibanding udah jadi emak-emak gini. Dulu walopun gak rutin, gw selalu mengusahakan bisa sholat tahajud, sekarang gak pernah sama sekali, dulu dalam sebulan gw beberapa hari puasa sunat, sekarang hutang puasa bulan Ramadhan aja belum lunas samasekali, dulu juga hampir dibilang gak pernah tinggal sholat dhuha di kantor, sekarang jaraaaanngg banget. Dulu selalu mengaji abis sholat magrib dan subuh, sekarang juga jaraaaanng banget. Menyedihkan yaa :'(

Berbanding terbalik dengan suami, dulu ketika masih bujangan katanya ibadah juga alakadarnya aja, hanya menunaikan sholat2 wajib, trus puasa bulan ramadahan. Itu aja. Namun sejak menikah, gw liat dia makin berubah, setiap selesai sholat magrib selalu mengaji dan dalam setahun bisa khatam 2 kali. Sholat dhuha juga gak pernah absen, sebelum berangkat kerja, dia pasti sholat dhuha dulu. Gw sering diingetin untuk ngaji lagi bareng-bareng cuma dasarnya gw bandel entah kenapa enggan banget baca Al-Qur'an lagi. Help me God!

Gw selalu mudah menyalahkan kondisi untuk kelalaian gw, repot dan capek ngurus anak dan rumah sehingga gak sempat lagi untuk ngaji, atau bangun tengah malam untuk sholat tahajud. Padahal kan, emang dasarnya gw yang gak pinter manajemen waktu.

Sebenarnya sih emang ya, jadi ibu rumah tangga itu capeknya minta ampun. Beda aja dibandingkan ibu bekerja. Karena 24 jam waktu kita tercurah untuk anak dan rumah. Mungkin kelihatan sepele, tapi coba dirasaian sendiri kalo gak percaya. Kasarnya sih capek lahir batin hahaha. Cuma kan, kalo dipikir-pikir gw harusnya bersyukur, suami gw mau turun tangan membantu gw. Berhubung bukan orang kantoran yang harus masuk kerja pagi jam 8 tapi suka-sukanya dia, gw lumayan tertolong, dia bisa bantuin jaga anak dan beberes rumah ketika misalnya gw pagi-pagi belanja kepasar dan kemudian masak. Atau bantuin nyuci pakaian, walo pake mesin cuci sih tetep aja kadang repot. Trus malamnya ketika Dafi rewel dan gw udah sangat capek, dia mau jagain dan nemenin sedangkan gw tidur cantik. Trus soal semua kebutuhan, Alhamdulillah tercukupi. Pengen sesuatu tinggal tunjuk *tapi gak semua hal juga sih, buktinya pas gw nunjuk minta dibeliin All New CRV gak dikasih tuh! Ok, gw nunjuknya berlebihan banget sih, Etapi pas nunjuk bathtub, shower dan peralatan kamar mandi lux lainnya, pas kita lagi liat-liat di ACE Hardware juga gak dikasih (emang mau ditaruh dimana bego, rumah kalian aja masih belum diapa-apain) :p*. Oke kembali ke topik, kalo gw lagi males masak, ya dia ngerti juga, trus kita makan diluar. Yah gak neko-neko lah suami gw ini. Alhamdulillah yah :)

Jadi Lia apalagi alasan untuk mengeluhkan kekurangan waktu untuk ibadah haa???
Apalagi alasan untuk mengeluhkan nasib haaaa???
Atau masih tetep mimpi bisa jadi bagian keluarga Abu Bakrie? :p
*tepok jidat*